Terbuka Menghadapi Masalah
Saya sangat yakin dengan hal yang satu ini: Kemampuan kita dalam menyelesaikan sebuah masalah tanpa menimbulkan masalah baru lebih mirip sebuah seni daripada sebuah keterampilan. Ini karena kita harus mengetahui seberapa jujur diri kita dan bagaimana kita bisa mengatakan pemikiran tanpa terjerumus ke dalam lubang yang lebih dalam.
Kadang-kadang ketika masalah muncul dalam pekerjaan, kita tidak tahu cara menyelesaikannya. Walaupun begitu, kita tetap tidak berani terbuka mengatakan pada orang lain karena khawatir hal tersebut justru memicu masalah baru. Atau kita khawatir dianggap tidak mandiri, tidak mampu menyelesaikan masalah sendiri. Mungkin juga kita khawatir atasan (atau orang lain) akan mengunakannya untuk melawan kita – atau lebih buruk lagi, dipecat. Kekhawatiran-kekhawatiran ini normal dirasakan semua orang.
Bicara mengenai masalah, kondisi apapun yang timbul dalam pekerjaan memang sebaiknya diatasi dengan benar agar tidak bertambah parah. Namun menempatkan diri pada sebuah penyelesaian masalah berarti Anda juga harus bersiap menerima risiko terlibat. Hal inilah yang mungkin sedikit menurunkan keberanian kita.
Bersikap terbuka pada saat menghadapi masalah bukanlah pertanda kelemahan diri. Sebaliknya, jika terus memendam persoalan di dalam hati, kita hanya memiliki tiga pilihan, yakni membiarkan diri terseret masalah, mencari pekerjaan baru atau bicara secara terbuka pada atasan/rekan kerja yang dapat membantu kita.
Di luar masalah yang terjadi, jika Anda sangat menyukai pekerjaan tersebut, sepatutnya Anda mencoba menyelesaikan masalah sebelum mengibarkan bendera putih. Dalam banyak situasi, Anda tahu Anda bisa melakukannya – hanya belum tahu cara yang tepat.
Bagaiamanpun, kemampuan anda untuk berhasil dalam hal ini banyak tergantung pada perilaku dalam pekerjaan. Jika Anda dikenal sebagai orang yang performa kerjanya buruk atau pernah membuat masalah sebelumnya, mungkin Anda tidak akan didengarkan. Berbeda dengan orang-orang yang berperilaku baik dan memiliki catatan performa kerja baik, banyak orang bersedia membantu mereka.
Jika masalah yang Anda alami justru membuat performa kerja Anda meburuk, sebaiknya rangkai semua masalah tersebut dalam sebuah pembicaraan sehingga masalah penurunan performa Anda bisa sekaligus dijelaskan pada orang yang Anda mintai bantuan.
Apabila Anda memiliki masalah dengan rekan kerja atau atasan, orang yang pertama kali harus diajak bicara adalah orang yang bermasalah dengan Anda. Jadi, kurang profesional rasanya jika Anda langsung menemui atasan orang tersebut atau departemen HR. hal tersebut justru bisa memperburuk masalah. Orang cenderung marah jika Anda membicarakan masalah kepada orang lain atau ke atasan daripada membicarakan dengannya.
Bagaimana memulai pembicaraan dengan orang yang bermasalah dengan Anda? Berikut adalah beberapa contoh cara memulai percakapan mengenai masalah-masalah yang paling umum dihadapi karyawan:
Pertama, jangan menuduh. Sebaiknya Anda tidak memulai dengan kalimat “Kok, Anda begitu? Kenapa Anda begini?” Kalimat-kalimat seperti itu hanya akan membuat orang tersebut bersikap defensif. Parafrase kalimat Anda dengan menggunakan kata “Saya”, misalnya “Saya merasa akhir-akhir ini ada sedikit salah paham di antara kita. Bisakah saya menanyakan apa yang sebenarnya terjadi?”
Kedua, jelaskan tanpa mengeluh. Misalnya Anda bermasalah dengan jumlah jam lembur yang anda anggap berlebihan, jelaskan mengapa Anda merasa keberatan. Berikan alasan yang jujur bahwa keseimbangan hidup Anda mulai terganggu. Misalnya bahwa jam lembur tersebut mulai berdampak pada keluarga, kuliah dan lain-lain. Jangan menggunakan nada keluhan dalam kalimat Anda. Jika mungkin, tawarkan pada atasan untuk membolehkan Anda bekerja lembur di rumah sebagai alternatif.
Ketiga, selesaikan masalah bukan menambahi. Misalnya Anda ternyata belum mendapatkan promosi yang diharapkan, jangan menemui atasan untuk menuntut penjelasan. Sebaiknya katakan hal-hal seperti “Saya benar-benar berharap mendapatkan peluang karier yang lebih tinggi. Bisakah Anda memberi tahu apa yang sebaiknya saya lakukan agar bisa mendapatkan kesempatan itu di masa depan?” Bagaimanapun juga Anda harus tetap profesional, bahkan jika orang lain tidak berlaku demikian. Ingat Anda sedang berusaha menyelesaikan masalah, bukan menambah masalah. Jika orang tersebut merespon dengan cara mengatakan segala keburukan Anda, jangan terpancing. Segera minta diri dan keluar ruangan sebelum Anda juga mengatakan hal-hal yang mungkin Anda sesali nantinya.
Keempat, move on. Jika dengan alaasan apapun, Anda tidak bisa bicara langsung dengan orang yang bermasalah, baru pertimbangkan untuk mendiskuksikan masalah dengan seseorang dari Human Resources Department untuk mendapatkan saran legal. Sayangnya dalam banyak kasus, tidak semua karyawan HR bisa dipercaya. Jika benar-benar tidak bisa bicara dengan orang lain lagi di tempat kerja, maka wakutnya Anda move on.
Kelima, jangan memperburuk keadaan. Pasti ada cara untuk menyelesaikan masalah-masalah yang umum terjadi di tempat kerja. Masalah Anda tidak akan selesai dengan sendirinya. Hindari bergosip atau menyebarkan kabar burung mengenai orang yang bermasalah dengan Anda . Atau Anda bisa membiarkan masalah tersebut membuat Anda membusuk di tempat kerja. Meskipun keduanya bukan pilihan yang tepat, sayangnya banyak orang senang mengambil sikap ini.
Jangan menjadi salah satu dari mereka, karena bukan tidak mungkin Anda mencapai titik di mana pada akhirnya Anda mengatakan atau melakukan sesuatu untuk melampiaskan kemarahan tersebut. Ingat, hal-hal seperti itu bisa membuat Anda dipecat. Atau Anda begitu kecewa dan keluar dari pekerjaan tanpa pikir panjang. Stelah beberapa saat, baru menyesalinya. Mulailah berpikir mengenai saat ini dan rencanakan apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah Anda.