Saatnya Adu Cepat
Esensi dalam sebuah persaingan bisnis sebetulnya bisa saya intisarikan dengan dua kata: ADU CEPAT. Adu cepat apa? Adu cepat dalam melakukan inovasi, kreativitas, pembenahan apa yang tidak efisiensi dipotong, dan membuang apa yang tidak efektif. Adu cepat di dalam meng-upgrade skill keseluruhaan karyawan dan leader, adu cepat membenahi diri sebelum perubahan-perubahan yang tiba-tiba datang, adu cepat di dalam mengendus kebutuhan-kebutuhan yang ada di market, adu cepat memprediksi apa yang akan terjadi, apa yang akan menjadi tren, adu cepat di dalam mendengar masukan-masukan dari karyawan, feedback dari bawahan, adu cepat di dalam meng-upgrade karyawan-karyawannya ke next level, adu cepat di dalam menyadari kesalahan-kesalahan dan melakukan perbaikan.
Kisah kejatuhan Nokia juga kisah yang paralel dengan kenaikan penjualan smartphone. Siapa terlena maka dia akan kehilangan medalinya. Tahun 2008 adalah masa keemasan bagi Nokia ketika dia menguasai market share sebanyak 40% dari penjualan telepon nirkabel sejagat. Kemenangan itu membuat Nokia tidak sadar bahwa pada tahun yang sama, iPhone mengalami penjualan yang mengagumkan dan terlihat melambung. Bayang-bayang Samsung yang mengusung sistem operasi Android sudah mulai terbaca beberapa saat kemudian. Nokia memang mampu mengubah telepon dari yang semula sekadar alat komunikasi menjadi bagian dari fashion, tapi dia tidak bergerak cepat! Manajemen Nokia terlalu percaya diri bahwa produk dan inovasi-inovasi mereka dapat bertahan lama. Diciptakanlah sebuah tren baru ala Nokia. Konsumen didorong membeli Nokia model baru yaitu komputer kecil yang juga dapat membuat panggilan.
IPhone berkembang secara berbeda. iPhone bukan komputer yang bisa memanggil telepon. Ia adalah bagian dari gaya hidup. Anda dapat mendengarkan musik, Anda dapat mengalihkan kegiatan di kantor ke dalam iPhone seperti mengirim email, membuat presentasi, meeting, mengirim laporan, dan masih banyak lagi. iPhone adalah sejuta kemungkinan yang terbangun dalam sekian banyak aplikasi. Wajarlah bila kemudian ada yang optimis akan masa depan telepon pintar: “cell phones are apps, not devices.” Sedangkan Nokia? Masih membanggakan produknya sebagai sebuah perangkat.
Nokia tidak sendirian dalam kasus kalah cepat semacam ini. Blackberry adalah kasus yang tidak beda jauh. Ia mati suri ketika Samsung dan iPhone menjadi primadona dalam waktu amat singkat, yang bahkan orang yang paling optimis pun tidak menyangkanya. Teknologi Android dan iOS seolah menjadi loncatan teknologi yang membuat teknologi Blackberry yang sempat berjaya tiba-tiba terlihat usang.
Demikian pula contoh seperti Fuji film. Puluhan tahun mereka bertahan dengan teknologi rol film yang nyaris tanpa inovasi berarti. Menjual gulungan film dengan isi 12, 24, dan 36 rangkaian slide tempat konsumen mengabadikan peristiwa-peristiwa mereka. Kemudian muncullah teknologi foto digital. Ini teknologi yang revolusioner. Tidak sekadar sebagai perangkat tapi juga mematikan industri slide Film Fuji. Kamera digital dapat menyimpan foto sebanyak kapasitas memory card dan tentu saja itu bisa 100 bahkan 500 gambar. Puluhan kali lebih besar daripada yang bisa dilakukan Fuji Film selama beberapa dekade. Insdustri cuci cetak film pun tumbang. Ketika Fuji Film mau mengadopsi teknologi digital foto, dia sudah terlambat karena sudah disusul oleh yang lain. Dia sekadar pengekor dan gagap untuk mengejar teknologi.
Jadi banyak sekali perusahaan yang terlena dengan yang ada dan tidak sigap untuk bertarung. Perusahaan yang bisa cepat duluan melakukan perubahan dan pembenahan dialah sang pemenang.
Jadi, kata kunci yang wajib kita pegang adalah tentang adu cepat. Demikian pula dengan kehidupan pribadi. Adu cepat berbenah diri, adu cepat belajar, hal-hal baru, adu cepat untuk menguasai keterampilan tertentu dibandingkan orang lain, adu cepat di dalam melatih diri dan sebagainya dimana kalau kita bisa tiba lebih awal, kita akan lebih kompetitif dibandingkan orang lain.
Transformasi bisnis dan transformasi personal adalah proses yang tidak bisa ditolak. Dunia berlari terlalu cepat dan kalau kecepatan kita tidak dapat mengimbanginya maka kita akan berada di posisi belakang. Semua perusahaan telah beradu cepat untuk dapat memposisikan diri agar lebih baik dalam menyikapi dan menjawab tantangan-tantangan bisnis baru. Teknologi dan IT memungkinkan transformasi berjalan dengan lebih cepat. Karena itu perlu penciptaan lingkungan usaha yang mampu berubah secara cepat maupun untuk memenuhi rencana-rencana baru yang muncul dari dalam perusahaan. Perubahan wajib dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan terhadap pola pikir, cara pandang dan pola tindak perusahaan, termasuk di dalamnya terus mengevaluasi strategi bisnis, budaya perusahaan, maupun perilaku dan kemampuan organisasi. Siap atau tidak, dunia terus berlari, perusahan terus bertransformasi. Hanya SDM yang punya visi jauh ke depan yang mampu bertahan dari seleksi alam.
Mau terus eksis dan berkembang? Atau memilih tumbang? Saatnya adu cepat berlari kencang!