Departemen Anak Emas
Banyak sekali perusahaan yang tidak memiliki strategic business plan yang terpadu antardepartemen. Top management ketika mengadakan raker, membuat business plan sangat menitikberatkan pada bagian sales marketing, production, dan finance saja. Tiga departemen ini jadi pusat perhatian dalam menyusun business plan.
Dan bagian supporting lain seperti HRD, GA, dll tidak terlalu dilibatkan dalam pembahasan business plan. Seolah-olah, biarkan bagian marketing, produksi, dan finance yang mikir … kalian tinggal nunggu pendelegasian tugas. Muncullah anggapan sinis bahwa departemen yang itu adalah departemen anak emas sedangkan departemen sebelahnya diperlakukan seperti anak tiri, sekadar penonton dan penunggu perintah.
Padahal departemen suporting adalah bagian yang memainkan peranan penting. Jadi kalau bagian utama seperti marketing, production, mau kerja dengan performance bagus maka supporting-nya juga harus bagus.
Di sinilah problemnya. Strategic business plan sejatinya adalah proses organisasi, dalam hal ini adalah perusahaan, untuk mendefinisikan strategi atau arah, dan membuat keputusan tentang alokasi sumber daya untuk mengejar strategi ini. Saat dokumen ini disusun semestinya semua departemen hadir untuk bisa mengukur dan mengevaluasi diri terutama untuk memetakan kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses); peluang (opportunities), dan ancaman (threats).
Apa efeknya saat bagian supporting ditinggalkan dalam proses perencanaan business plan? Pengalaman buruk yang saya temukan dari sebuah business plan yang tidak menge-line atu tidak menyatukan satu sama lain adalah:
Pertama, muncul kesulitan dalam mengeksekusi planning. Setiap departemen mengalami frustasi, bagian sales frustasi terhadap bagian produksi, bagian production frustasi terhadap bagian purchasing karena telat, bagian purchasing frustasi beli barang karena bagian produksi menerima tugas secara mendadak. Tidak ada gambaran besar tahun ini dan tidak saling tahu, mau apa, siapa berbuat apa, dan targetnya seperti apa.
Kedua, setiap departemen menyusun kebijakan sendiri-sendiri dimana kebijakan satu dengan kebijakan departemen lain tidak ecological. Tidak mempertimbangkan apakah kebijakannya itu merusak bagian lain, atau malah hanya mementingkan bagian sendiri saja.
Ketiga, tidak ada sinergi, tidak aligning, masing-masing kerja tapi terpisah-pisah. Ini ibarat sebuah orkestra dimana alat musik berbeda-beda, pemain beda-beda dan memainkan musik tanpa irama yang sama. Seharusnya semua alat musik yang berbeda ini disatukan secara harmonis menggunakan partitur. Jadi ketika si komposer menyusun sebuah lagu, dia perlu memperhatikan peranan masing-masing dan setiap peranan departemen harus tahu fungsi dan peranannya dan saling alingning dan ecological.
Partitur itu harus tertuang dalam sebuah strategic business plan yang kira-kira berkisar 3-5 tahun mempersatukan semua departemen. Problem ini seringkali tidak diperhatikan top management karena seringkali mendewakan sales marketing departemen sebagai pihak yang men-generate keuangan. Sedangkan departemen yang lain tidak digubris.
Nah, terkait dengan hal di atas, sekarang kita lihat bagaimana sebuah strategic business plan dibuat.
Langkah pertama, lakukan perumusan sasaran. Ajak seluruh departemen tidak hanya departemen anak emas tentunya untuk fokus menentukan satu titik capaian. Libatkan seluruh sumberdaya perusahan sebab perumusan sasaran adalah titik krusial dan terpenting dalam proses perencanaan strategis.
Langkah kedua, cek ulang strategi dan tujuan yang sudah ada. Pucuk pimpinan memaparkan dan menyesuiakan tujuan dan strategi yang selama ini dipakai. Jangan lupa untuk memodifikasi dua hal ini dengan sasaran yang sudah dirumuskan pada langkah pertama.
Langkah ketiga, lakukan analisis lingkungan. Ini adalah proses untuk mengidentifikasi perubahan cepat di luar perusahaan yang dieprkirakan berdampak pada pencapaian sasaran. Faktor luar yang perlu diperhitungkan di antaranya kondisi sosial, politik, teknologi, dan ekonomi. Di sinilah pentingnya pelibatan semua departemen untuk secara jeli melakukan analisis.
Langkah keempat adalah melakukan analisis sumberdaya. Pucuk pimpinan beserta seluruh pemimpin departemen berhitung ketersediaan sumberdaya oganisasi yang dimiliki termasuk sumberdaya manusia, keuangan, dan sumberdaya lainnya.
Langkah kelima adalah mengenali adanya kesempatan dan ancaman yang diprediksi bakal muncul selama proses menuju sasaran. Pucuk pimpinan harus lihai mendefinisikan kesempatan dan ancaman ini. Bisa jadi sesuatu yang dinilai ancaman justru menjadi kesempatan bagi yang bisa melihat peluang di dalamnya.
Langkah keenam adalah langkah menyusun antisipasi yaitu perusahaan mengidentifikasi perubahan-perubahan yang bakal dibutuhkan ketika strategi tidak cukup ampuh dalam perjalanan. Seringkali hal itu terjadi ketiga faktor lingkungan lihat langkah ketiga berubah tanpa bisa diprediksi. Langkah terakhir ini penting agar laju organisasi tidak mengalamai kekacauan atau perobakan secara radikal.